Go in Art

Ada pepatah yang mengatakan bahwa jika Catur adalah permainan orang pintar, maka Go adalah permainan orang bijak.

Go adalah suatu permainan yang mempunyai sejarah yang panjang, kurang lebih 3000 tahun (meskipun ada juga ahli yang berpendapat Go sudah ada 4000 tahun lalu). Meskipun Go kerap dianggap sebagai catur Jepang, sebenarnya Go berasal dari Cina. Di Cina, Go dikenal sebagai Weiqi, dan di korea, Go dinamakan Baduk.

Sejak komputer Deep Blue mampu mengalahkan juara dunia catur Kasparov, banyak pecinta permainan intelektual yang berpendapat bahwa umur catur sebagai olahraga otak manusia sudah habis karena otak manusia tidak akan mampu mengalahkan komputer dalam permainan ini.

Bagaimana dengan Go?

Hingga saat ini, komputer Go yang terkuat pun masih sangat lemah dibandingkan dengan pemain Go manusia (kira kira sebanding dengan orang yang tekun mempelajari Go selama 1 tahun). Para ahli di bidang IT memperkirakan bahwa komputer hanya akan bisa bersaing dengan manusia di Go jika teknologi komputer sudah mampu mencapai tahap AI (Artificial Intelligence). Ini karena permainan Go tidak bisa  dikuantifikasi, berbeda dengan catur (dimana kita bisa memberikan ‘nilai’ untuk menteri, benteng, kuda, dll).

Igo

Bagi pembaca blog yang ingin mencoba mempelajari Go, bisa memulainya di The Interactive Way to Go. Setelah akrab dengan aturan-aturan dasarnya, bisa kemudian mencoba bermain dengan orang lain di Yahoo Games, ataupun server online seperti KGS

—–oOo—–

PS : Di tingkat amatir, setiap tahun diadakan kejuaraan dunia yang dikenal sebagai WAGC (World Amateur Go Championship). Biasanya WAGC diadakan di Jepang, Cina ataupun Korea. Kebetulan saya pernah menjadi wakil Indonesia untuk bertanding di WAGC beberapa tahun lalu . Saat itu saya berhasil ‘mengharumkan’ nama Indonesia dengan menduduki posisi 10…..dari belakang (dari 62 negara peserta..alias posisi 52 😀 ). Bagi yang tertarik untuk mempelajari Go, mungkin bisa menjadikan WAGC ini sebagai ‘target’-nya. Lumayan loh, jalan-jalan gratis ke Jepang/Cina/Korea (tergantung saat itu diadakan di mana). Masih mendapat uang saku pula 🙂

Ketika pertama kali saya melihat atraksi Parkour, saya agak bingung mencari kata untuk melukiskan apa yang saya lihat itu. Bagi saya parkour itu seperti gado-gado dari acrobat, balet, panjat tebing, ilmu ninja, gymnatic dan ‘berani mati’-nya seorang stuntman.

Inti dari aktifitas Parkour sendiri adalah sederhana, yaitu bergerak dari titik A ke titik B dengan secepat dan seefisien mungkin. Yang membuat parkour menarik adalah karena untuk bergerak dari A ke B itu, seseorang harus melewati berbagai rintangan yang ada di lingkungan sekitar kita.

Berikut ini adalah videoklip sebuah demonstrasi parkour yg bisa ditemui di YouTube…. (kids, don’t try this at home. It’s Dangerrrroooussss)

Yang seperti ini sudah ada di Jakarta belum ya?

Saya panggilkan becak, kereta tak berkuda,

becak…becak… tolong bawa saya.

—–oOo—–

Sewaktu saya kecil, lagu “Hai Becak” karangan Ibu Soed yang liriknya saya quote di atas boleh dibilang merupakan lagu ‘wajib’ yang dikenal semua anak (walaupun zaman sekarang mungkin lagu ini sudah tidak terlalu dikenal lagi). Lagunya simple, sederhana, mudah diingat tetapi ‘catchy’ sehingga mudah dipelajari oleh anak-anak.

Jubing KristiantoDalam post ini, saya ingin berbicara tentang lagu “Hai Becak” itu dalam kaitannya dengan salah satu passion saya, yaitu gitar klasik. Kalau bicara tentang dunia gitar klasik di Indonesia, mungkin belum lengkap kalau belum bicara tentang Jubing Kristianto. Juara kompetisi gitar Yamaha (thn 1987,1992,1994 dan 1995) ini dikenal mempunyai talenta lebih dalam hal mengaransemen lagu. Salah satu aransemen Jubing yang ‘ngetop’ (setidaknya di kalangan pecinta gitar) adalah Becak Fantasy, sebuah aransemen ulang atas lagu “Hai Becak” karangan Ibu Soed.

Saya masih teringat bagaimana saya tertawa lebar ketika pertama kali mendengar lagu ini. Aransemen unik ala Jubing membuat lagu anak kecil ini begitu menarik dan bagaikan sebuah lagu yang sama sekali baru.

Lagu Becak Fantasy ini sendiri ada 2 versi, versi Original dan versi Orchestra.

Saya sendiri lebih menyenangi versi Original yang dimainkan oleh hanya 1 gitar (DOWNLOAD di sini), karena lebih terasa ‘aroma’ gitarnya. Dalam versi Original ini, bisa terlihat bagaimana sebuah gitar klasik bisa menghasilkan begitu banyak warna suara hanya dengan menggunakan berbagai variasi teknik tanpa bantuan alat apapun (meskipun dalam file download di atas, beberapa detail suara gitar agak hilang karena telah dibuat menjadi MP3)

Untuk yang tertarik mendengarkan versi Orchestra, bisa dilihat videoklip Jubing di YouTube dengan link ini.

Mungkin hanya sebagian dari teman-teman yang mengetahui bahwa jika kita mencampurkan Diet Coke dan Mentos (putih), maka kita akan mendapatkan reaksi yang cukup menarik (tetapi jangan dicoba di dalam rumah). Reaksi yang timbul dari mencampurkan permen dan minuman ini sebenarnya sudah dikenal sejak lama, tetapi sepertinya di Indonesia tidak banyak yang mengetahuinya. Yang mengetahui pun mungkin enggan mencoba karena mengingat budaya kita di Indonesia, mereka bisa-bisa dicap ‘tidak bisa menghargai makanan/minuman’.

Untuk yang belum mengetahui bagaimana reaksi jika kedua makanan/minuman di atas dicampur, bisa melihat di video berikut ini.

Brad Pitt sbg Achilles dalam TroyAchilles adalah seorang ksatria dari epik “Illiad” karangan Homer yang bercerita tentang Perang Troya. Dalam mitos dikatakan bahwa Achilles adalah ksatria terkuat dan tercepat (juga tertampan) di seluruh Yunani. Tetapi dengan segala kelebihan fisiknya itu, tahukah teman-teman bahwa Achilles ini pernah dikalahkan oleh seekor kura-kura dalam sebuah lomba lari? Baca entri selengkapnya »

DOWNLOAD THIS SONG

or WATCH IT ON YouTube

Lagu ini ditulis oleh Agustin Barrios Mangore, seorang gitaris dan komposer Paraguay. Alkisah, di penghujung hidupnya, ketika Barrios sedang mengajar murid-muridnya, dari pintu rumah terdengar sebuah ketukan. Ketika pintu dibuka, ternyata yang mengetuk adalah seorang wanita pengemis tua yang meminta sedekah. “Una Limosnita por amor de Dios…” ucap si wanita tua itu. (Dalam bahasa Indonesia, kira kira “Sedekah tuan, demi kasih Tuhan“).

Ketukan wanita tua itu lalu menjadi inspirasi Barrios untuk menciptakan lagu ini. Menurut cerita, sewaktu menulis lagu ini, Barrios menyadari bahwa akhir hayatnya sudah dekat, sehingga ada beberapa orang yang mengatakan bahwa dalam lagu ini tersirat persiapan batin Barrios untuk menghadap Tuhan. Pada akhirnya lagu ini ternyata benar menjadi karya terakhir Barrios, karena dia meninggal 1 bulan setelah menyelesaikan lagu ini.

Salah satu aspek yang menonjol dalam lagu ini adalah penggunaan teknik Tremolo, salah satu teknik tersulit dalam gitar klasik. Teknik ini membuat seakan-akan lagu ini dimainkan oleh duet 2 gitar, padahal sesungguhnya lagu ini dimainkan dengan hanya 1 gitar saja.

Lagu ini sendiri terkadang dikenal juga dengan nama “El Ultimo Tremolo” karena penggunaan teknik tremolonya atau juga “El Ultimo Canto” (The Final Song) karena merupakan karya terakhir Barrios.